Tuesday, January 11, 2005

PTKP Baru dan PPh 21 Tahun 2005

PENYESUAIAN BESARNYA PTKP DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PPh PASAL 21 TAHUN 2005
TRIYANI BUDIANTO *)

I. Abstrak

Pada tanggal 29 November 2004 Menteri keuagan telah mengesahkan Peraturan nomor 564/KMK.03/2004 tentang Penyesuaian Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak yang berlaku sejak tahun pajak 2005. Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak telah disesuaikan dari waktu ke waktu. Hal ini untuk mengimbangi perkembangan perekonomian dan peningkatan besarnya kebutuhan pokok wajib pajak. Selain menyesuaikan besarnya PTKP, Pemerintah juga telah memberikan insentif dibidang PPh Pasal 21 yaitu dengan adanya Pajak penghasilan yang ditanggung Pemerintah.
Dengan berlakunya peraturan menteri keuangan tersebut, maka besarnya PPh pasal 21 yang terutang dan harus dibayar untuk tahun 2005 akan menjadi lebih kecil. Bagi karyawan yang PPh pasal 21-nya tidak ditanggung perusahaan maka perubahan PTKP ini akan meningkatkan besarnya take home pay yang akan diterima oleh karyawan yang bersangkutan. Sementara, bagi perusahaan yang memberikan tunjangan PPh Pasal 21 untuk karyawannya, maka akan mengurangi beban usaha. Hal ini tentu akan meningkatkan profit yang diperolehnya.

II. Pendahuluan

Berdasarkan ketentuan pasal 6 ayat (3) Undang-undang No 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-undang No 17 tahun 2000, dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak orang Pribadi, diberikan pengurang berupa Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Besarnya PTKP diatur dalam pasal 7 Undang-undang PPh. Besarnya Penghasilan Kena Pajak telah disesuaikan dari waktu ke waktu.
Pada saat berlakunya Undang-undang No 7 tahun 1983 (sebelum mengalami perubahan) sampai dengan setelah adanya perubahan pertama melalui undang-undang No 7 tahun 1991 besarnya PTKP adalah sebagai berikut :
- Rp. 960.000,- (sembilan ratus enam puluh ribu rupiah) untuk diri Wajib Pajak;
- Rp. 480.000,- (empat ratus delapan puluh ribu rupiah) tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin;
- Rp. 960.000,- (sembilan ratus enam puluh ribu rupiah) tambahan untuk seorang istri yang mempunyai penghasilan dari usaha atau dari pekerjaan yang tidak ada hubungannya dengan usaha suami atau anggota keluarga lain;
- Rp. 480.000,- (empat ratus delapan puluh ribu rupiah) tambahan untuk setiap orang keluarga sedarah semenda dalam garis keturunan lurus, serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap keluarga.
Perubahan/penyesuaian besarnya PTKP yang pertama kali dilakukan pada saat perubahan kedua undang-undang PPh, yaitu melalui undang-undang No 10 tahun 1994. Besarnya PTKP berdasarkan undang-undang No. 10 tahun 1994 adalah sebagai berikut :
- Rp 1.728.000,00 (satu juta tujuh ratus dua puluh delapan ribu rupiah) untuk diri Wajib Pajak orang pribadi;
- Rp. 864.000,00 (delapan ratus enam puluh empat ribu rupiah) tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin;
- Rp 1.728.000,00 (satu juta tujuh ratus dua puluh delapan ribu rupiah) tambahan untuk seorang isteri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1);
- Rp 864.000,00 (delapan ratus enam puluh empat ribu rupiah) tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap keluarga.

Dalam perubahan ketiga undang-undang Pajak Penghasilan (UU No 17 th 2000), besarnya PTKP kembali disesuaikan. Besarnya PTKP berdasarkan UU No 17 tahun 2000 adalah sebagai berikut :
- Rp 2.880.000,00 (dua juta delapan ratus delapan puluh ribu rupiah) untuk diri Wajib Pajak orang pribadi;
- Rp 1.440.000,00 (satu juta empat ratus empat puluh ribu rupiah) tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin;
- Rp 2.880.000,00 (dua juta delapan ratus delapan puluh ribu rupiah) tambahan untuk seorang isteri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1);
- Rp 1.440.000,00 (satu juta empat ratus empat puluh ribu rupiah) tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap keluarga.
Sejak berlakunya undang-undang No 17 tahun 2000, besarnya PTKP tersebut sering menjadi “sorotan” banyak pihak. Hal ini mengingat besarnya kebutuhan hidup minimum (KHM) dan upah minimum yang terus mengalami kenaikan. Jika kita bandingkan besarnya upah minimum di DKI Jakarta misalnya, pada tahun 2001 sampai 2004 besarnya UMP DKI berturut-turut sebesar Rp 426.250,00 ; Rp 591.266,00 ; Rp 631.554,00 dan Rp 671.550,00 sedangkan besarnya PTKP hanya Rp 240.000/bulan (untuk diri Wajib Pajak). Besarnya PTKP tersebut dirasakan belum sesuai dengan perkembangan ekonomi dan semakin besarnya kebutuhan pokok wajib pajak.

III. Penyesuaian Penghasilan Tidak Kena Pajak untuk tahun 2005
Usulan penyesuaian besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak telah dimasukkan dalam rancangan perubahan undang-undang pajak tahun 2004 yang diusulkan oleh pemerintah. Dalam berbagai seminar dan sosialisasi tentang Pokok-pokok perubahan undang-undang pajak, Pihak DJP menegaskan bahwa besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak yang diusulkan adalah sebagai berikut :
- Rp 12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) untuk diri Wajib Pajak
- Rp 1.200.000,00 (satu juta dua ratus ribu rupiah) tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin;
- Rp 12.000.000,- (dua belas juta rupiah) tambahan untuk seorang isteri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami
- Rp 1.200.000,00 (satu juta dua ratus ribu rupiah) tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 2 (dua) orang untuk setiap keluarga.
Semula usulan perubahan undang-undang pajak tahun 2004 oleh Direktorat Jenderal Pajak direncanakan akan dapat diberlakukan mulai tahun fiskal 2005. Namun demikian, saat ini Dirjen Pajak telah menarik kembali RUU Perpajakan yang sebelumnya telah diserahkan ke Sekretariat Negara untuk dimatangkan kembali dan diselaraskan dengan pengkajian mengenai pengampunan pajak. Meskipun ditarik kembali, Dirjen Pajak berharap agar reformasi paket perpajakan dapat diterapkan secara efektif mulai tahun fiskal 2006 (Bisnis Indonesia, Senin, 13 Desember 2004).
Sebelum usulan perubahan PTKP dalam RUU pajak tahun 2004 dapat diimplementasikan, Pemerintah (dalam hal ini menteri keuangan) telah mengesahkan Peraturan Menteri Keuangan No.564/KMK.03/2004 tgl 29 November 2004 tentang Penyesuaian Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak. Hal ini dimungkinkan karena bedasarkan Undang-undang PPh diatur bahwa penyesuaian besarnya PTKP ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan (Pasal 7 ayat 3).
Penyesuaian besarnya PTKP tersebut dibuat dengan pertimbangan bahwa besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak yang selama ini berlaku dipandang tidak sesuai lagi dengan perkembangan dibidang perekonomian dan moneter serta harga kebutuhan pokok yang semakin meningkat.
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No-564/KMK.03/2004, Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak diubah menjadi :
- Rp 12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) untuk diri Wajib Pajak
- Rp 1.200.000,00 (satu juta dua ratus ribu rupiah) tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin;
- Rp 12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) tambahan untuk seorang isteri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami
- Rp 1.200.000,00 (satu juta dua ratus ribu rupiah) tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap keluarga.
Dari uraian tersebut diatas, kita dapat melihat bahwa besarnya PTKP yang akan berlaku sejak tahun 2005 hampir sama dengan besarnya PTKP yang diusulkan pemerintah melalui usulan perubahan undang-undang pajak. Perbedaan hanya terdapat pada banyaknya jumlah tanggungan untuk setiap keluarga. Dalam usulan perubahan undang-undang pajak diusulkan banyaknya tanggungan dalam setiap keluarga maksimum 2 (dua) orang. Sedangkan berdasarkan KMK-564/KMK.03/2004 banyaknya jumlah tanggungan dalam setiap keluarga adalah maksimum 3 (tiga) orang.

IV. PPh Ditanggung Pemerintah (PPh DTP).
Salah satu fasilitas yang diberikan pemerintah dibidang perpajakan, khususnya Pajak Penghasilan adalah adanya PPh Ditanggung Pemerintah (PPh DTP). Fasilitas tersebut dimaksudkan untuk mengurangi beban pekerja yang memperoleh “Upah Minimum”. Peraturan mengenai PPh DTP telah beberapa kali mengalami perubahan dan penyesuaian dari waktu ke waktu.
Semula Fasilitas PPh DTP ini diberikan kepada para pekerja yang memperoleh Upah sampai dengan sebesar Upah Minimum Regional. Hal ini diatur melalui PP No 12 tahun 1997 tanggal 7 Mei 1997 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan yang diterima pekerja sampai dengan sebesar Upah Minimum Regional. Berdasarkan Peraturan Pemerintah tersebut ditetapkan bahwa Pajak yang terutang atas penghasilan yang diterima oleh pekerja sampai dengan sebesar UMR ditanggung Pemerintah.
Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah No 25 tahun 2000 Gubernur diberikan kewenangan untuk menetapkan besarnya Upah Minimum Propinsi atau Upah Minimum Kabupaten/Kota setiap tahun. Sehubungan dengan kewenangan gubernur tersebut, Pemerintah Menetapkan PP No. 72 tahun 2001 pada tanggal 14 November 2001, yang mengatur tentang Pajak Atas Penghasilan yang diterima oleh Pekerja sampai dengan sebesar Upah Minimum Propinsi atau Upah Minimum Kabupaten/Kota. Dengan berlakunya PP No 72 maka Peraturan Pemerintah No 12 tahun 1997 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan yang diterima pekerja sampai dengan sebesar Upah Minimum Regional dinyatakan tidak berlaku.
Berdasarkan PP No 72, Pajak Penghasilan atas penghasilan yang diterima oleh pekerja sampai dengan sebesar Upah Minimum Propinsi atau Upah Minimum Kabupaten/Kota ditanggung pemerintah. Apaila Penghasilan yang diterima oleh pekerja melebihi jumlah Upah Minimum Propinsi atau Upah Minimum Kabupaten/Kota, maka Pajak yang terutang atas seluruh penghasilan tersebut dihitung dan dibayar sesuai dengan ketentuan pasal 21 Undng-undang PPh.
Pada tanggal 20 Januari 2003 Pemerintah kembali merubah ketentuan mengenai Pajak Penghasilan atas Penghasilan yang diterima oleh Pekerja sampai dengan sebesar Upah Minimum Propinsi atau Upah Minimum Kabupaten/Kota melalui PP No 5 Tahun 2003. Dalam PP No No 5 tahun 2003 ini ditegaskan mengenai definisi pekerja dan upah sebagai berikut :
- Pekerja adalah tenaga kerja yang bekerja di dalam hubungan kerja pada pengusaha dengan menerima upah.
- Upah adalah Hak Pekerja yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha kepada pekerja atas suatu pekerjaan atau jasa yang telah atau akan dilakukan, ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan atau peraturan perundang-undangan termasuk tunjangan bagi pekerja dan keluarganya.
Ketentuan lebih lanjut dari PP No 5 ini diatur melalui KMK No 70/KMK.03/2003 jo KEP-110/PJ./2003. Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan tersebut, definisi pekerja diatur secara lebih khusus sebagai berikut :
- Pekerja adalah tenaga kerja yang bekerja didalam lingkungan kerja pada pengusaha dengan menerima upah hanya dari satu pemberi kerja yang tidak menduduki jabatan struktural atau fungsional dalam unit organisasi atau perusahaan dan tidak memperoleh penghasilan lain dari usaha, tidak termasuk tenaga kerja asing, tenaga ahli dan tenaga profesi
Sedangkan definisi Jabatan Sruktural dan Fungsional sebagaimana diatur dalam Lampiran KEP-110/PJ./2003 adalah jabatan yang memenuhi salah satu syarat sebagai berikut:
- Jabatan tersebut tercantum dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Organisasai atau Perusahaan atau Akte Pendirian Organisasi atau Perusahaan, Akte Perubahannya, Atau dokumen lain, misalnya :
a. Komisaris termasuk Presiden Komisaris, Wakilnya dan Anggota Dewan Komisaris;
b. Direktur termasuk Presiden Direktur, Wakilnya dan Anggota Dewan Direksi lainnya.
- Jabatan tidak termasuk dalam jabatan sebagaimana pada butir 1 tetapi terdapat dalam Struktur Organisasi atau Perusahaan, misalnya :
a. Manajer termasuk Assisten Manajer, Wakil Manajer, Junior Manajer atau sejenisnya;
b. Kepala atau Pimpinan: Suatu Bagian, Departemen, Divisi, atau sejenisnya, misalnya: Manajer Cabang, Chief Officer, Chief Supervisor, Chief Maintenance, Chief Production, atau sejenisnya;
c. Pimpinan atau Ketua Organisasi, Wakil ketua, Deputi Pimpinan Organisasi, termasuk Kepala Divisi, Kepala Bagian, Kepala Seksi, Kepala bidang, atau sejenisnya.
Berdasarkan PP No 5 tahun 2003 beserta petunjuk pelaksanaannya maka Pekerja yang memiliki hak atas fasilitas PPh Ditanggung Pemerintah adalah Pekerja yang memperoleh upah hanya dari satu pemberi kerja dan tidak menduduki jabatan struktural atau fungsional. Besarnya PPh terutang dihitung sebagai berikut :
1. Pajak Penghasilan yang terutang atas penghasilan yang diterima oleh pekerja dihitung dari penghasilan neto untuk pegawai tetap dan penghasilan bruto untuk pegawai tidak tetap, setelah dikurangi dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) dengan menerapkan tarif Pasal 17 Undang-undang Pajak Penghasilan.
2. Pajak Penghasilan yang ditanggung oleh Pemerintah adalah sebesar Pajak Penghasilan atas penghasilan sampai dengan sebesar Upah Minimum Provinsi atau Upah Minimum Kabupaten/Kota setelah dikurangi dengan PTKP.
3. Pajak Penghasilan yang wajib dipotong atas penghasilan pekerja adalah sebesar Pajak Penghasilan yang terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikurangi dengan Pajak Penghasilan yang ditanggung oleh Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
4. Dalam hal penghasilan netto yang diterima oleh pegawai tetap atau dalam hal penghasilan bruto yang diterima oleh pegawai tidak tetap ternyata lebih kecil dari Upah Minimum Provinsi atau Upah Minimum Kabupaten/Kota, maka Pajak Penghasilan yang ditanggung Pemerintah adalah sebesar Pajak Penghasilan
Dalam rangka upaya memperbaiki dan meningkatan kesejahteraan masyarakat khususnya kelompok pekerja yang berada pada lapisan bawah, pada tanggal 21 September 2003 pemerintah kembali menetapkan peraturan tentang Pajak penghasilan yang ditanggung pemerintah melalui PP No 47 Tahun 2003. Peraturan pemerintah tersebut berlaku surut sejak bulan Juli 2003. Dengan berlakunya PP No 47 tentang Pajak Penghasilan yang ditanggung Pemerintah atas penghasilan pekerja dari pekerjaan maka PP No 5 Tahun 2003 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan yang diterima oleh Pekerja sampai dengan Upah minimum Propinsi atau Upah Minimum Kabupaten/Kota tidak berlaku.
Berdasarkan PP 47 tahun 2003 ini, Pekerja yang mendapat perlakuan Pajak Penghasilan yang ditanggung Pemerintah adalah Wajib Pajak Orang Pribadi dalam Negeri yang bekerja sebagai Pegawai tetap atau Pegawai tidak tetap pada satu pemberi kerja di Indonesia yang menerima gaji, upah serta imbalan lainnya dari pekerjaan yang diberikan dalam bentuk uang sampai dengan sebesar Rp 2.000.000,- (dua juta rupiah). Berdasarkan Peraturan Pemerintah No 47 ini, pekerja yang berhak atas fasilitas PPh ditanggung pemerintah tidak lagi dibedakan berdasarkan jabatan pekerja.
Besarnya Pajak Penghasilan yang ditanggung Pemerintah adalah pajak yang terutang atas gaji, upah serta imbalan lainnya dari pekerjaan yang diterima oleh pekerja sampai dengan Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah).

V. Perhitungan PPh 21 tahun 2004 vs tahun 2005
Dalam menghitung besarnya PPh pasal 21 terutang tahun 2004, kita masih berpedoman pada KEP-545/PJ./2000 tentang petunjuk pelaksanaan pemotongan, penyetoran dan pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan pasal 26 sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan kegiatan orang pribadi. Disamping itu juga terdapat Fasilitas PPh ditanggung Pemerintah berdasarkan PP No 47 Tahun 2003 Jo KMK 486/KMK.03/2003.
Contoh Perhitungan PPh Pasal 21 (Th 2004) :
1. Saefudin adalah pegawai tetap di PT Insan Selalu Lestari. Ia memperoleh gaji beserta tunjangan berupa uang sebulan sebesar Rp 1.400.000,00 dan membayar iuran pensiun sebesar Rp 25.000,00 sebulan. Saefudin menikah tetapi belum mempunyai anak (status K/0).

a. Penghitungan PPh Pasal 21 terutang :
Gaji dan tunjangan sebulan Rp 1.400.000,00
Pengurangan :
Biaya jabatan (5% x Rp 1.400.000,00) Rp 70.000,00
Iuran Pensiun Rp 25.000,00
Rp 95.000,00
Penghasilan Neto sebulan Rp 1.305.000,00
Penghasilan neto setahun 12 x Rp 1.305.000,00 Rp 15.660.000,00
PTKP setahun :
- untuk WP sendiri Rp 2.880.000,00
- tambahan WP kawin Rp 1.440.000,00
Rp 4.320.000,00
Penghasilan Kena Pajak setahun Rp 11.340.000,00
PPh Pasal 21 terutang setahun :
5% x Rp 11.340.000,00 Rp 567.000,00
PPh Pasal 21 terutang sebulan Rp 47.250,00

b. Penghitungan PPh Pasal 21 ditanggung oleh Pemerintah :
Penghasilan sebulan ditanggung oleh Pemerintah Rp 1.000.000,00
Pengurangan :
Biaya jabatan (5% x Rp 1.000.000,00) Rp 50.000,00
Iuran Pensiun Rp 25.000,00
Rp 75.000,00
Penghasilan Neto sebulan : Rp 925.000,00
PTKP sebulan :
- untuk WP sendiri Rp 240.000,00
- tambahan WP kawin Rp 120.000,00
Rp 360.000,00
Penghasilan Kena Pajak sebulan Rp 565.000,00
PPh Pasal 21 Ditanggung Pemerintah sebulan :
5% x Rp 565.000,00 Rp 28.250,00
c. PPh Pasal 21 yang harus dipotong oleh Pemberi Kerja Rp 47.250,00 - Rp 28.250,00 Rp 19.000,00

2. Mariko Hutadjulu adalah pegawai tetap di PT Tiurmas Lampung Indah. Ia memperoleh gaji bulan Desember sebesar Rp 1.200.000,00, menerima THR sebesar Rp 600.000,00 dan membayar iuran pensiun sebesar Rp 25.000,00 sebulan. Mariko Hutadjulu menikah tetapi belum mempunyai anak (status K/0).

a. Penghitungan PPh Pasal 21 terutang :
1) PPh atas Gaji dan THR
Gaji setahun (12 x Rp1.200.000,00) Rp 14.400.000,00
THR Rp 600.000,00
Total Penghasilan setahun Rp 15.000.000,00
Pengurangan :
Biaya jabatan (5 % x Rp 15.000.000,00) Rp 750.000,00
Iuran Pensiun (12 x Rp 25.000,00) Rp 300.000,00
Rp 1.050.000,00
Rp 13.950.000,00
Penghasilan Neto
PTKP setahun :
- untuk WP sendiri Rp 2.880.000,00
- tambahan WP kawin Rp 1.440.000,00
Rp 4.320.000,00
Penghasilan Kena Pajak setahun Rp 9.630.000,00
PPh Pasal 21 terutang setahun :
5% x Rp 9.630.000,00 Rp 481.500,00
PPh Pasal 21 terutang sebulan atas Gaji dan THR Rp 40.125,00
2) PPh Pasal 21 atas Gaji
Gaji Rp 1.200.000,00
Pengurangan :
Biaya jabatan (5% x Rp 1.200.000,00) Rp 60.000,00
Iuran Pensiun Rp 25.000,00
Rp 85.000,00
Penghasilan Neto sebulan Rp 1.115.000,00
Penghasilan neto setahun 12 x Rp 1.115.000,00 Rp 13.380.000,00
PTKP setahun :
- untuk WP sendiri Rp 2.880.000,00
- tambahan WP kawin Rp 1.440.000,00
Rp 4.320.000,00
Penghasilan Kena Pajak setahun Rp 9.060.000,00
PPh Pasal 21 terutang setahun :
5% x Rp 9.060.000,00 Rp 453.000,00
PPh Pasal 21 terutang sebulan atas gaji Rp 37.750,00
3) PPh atas THR
(Rp 481.500,00 - Rp 453.000,00) Rp 28.500,00

b. Penghitungan PPh Pasal 21 ditanggung oleh Pemerintah :
Penghasilan sebulan ditanggung oleh Pemerintah Rp 1.000.000,00
Pengurangan :
Biaya jabatan (5% x Rp 1.000.000,00) Rp 50.000,00
Iuran Pensiun Rp 25.000,00
Rp 75.000,00
Penghasilan Neto sebulan : Rp 925.000,00
PTKP sebulan :
- untuk WP sendiri Rp 240.000,00
- tambahan WP kawin Rp 120.000,00
Rp 360.000,00
Penghasilan Kena Pajak sebulan Rp 565.000,00
PPh Pasal 21 Ditanggung Pemerintah sebulan :
5% x Rp 565,000,00 Rp 28.250,00
c. PPh Pasal 21 yang harus dipotong oleh Pemberi Kerja
= Rp 37.750,00 + Rp 28.500,00 - Rp 28.250 = Rp 38.000,00

3. Gunarto adalah pegawai tetap di PT Jawa Sumatera Cemerlang. Ia memperoleh gaji bulan Desember sebesar Rp 12.000.000,00, dan membayar iuran pensiun sebesar Rp 250.000,00 sebulan. Sudir Gunanto telah menikah dengan tanggungan 3 anak.

a. Penghitungan PPh Pasal 21 terutang :
Gaji dan tunjangan sebulan Rp 12.000.000,00
Pengurangan :
Biaya jabatan (5% x Rp 12.000.000,00) Rp 108.000,00
Iuran Pensiun Rp 250.000,00
Rp 358.000,00
Penghasilan Neto sebulan Rp 11.642.000,00
Penghasilan neto setahun 12 x Rp 11.642.000,00 Rp 139.704.000,00
PTKP setahun :
- untuk WP sendiri Rp 2.880.000,00
- tambahan WP kawin Rp 1.440.000,00
- Tanggungan 3 Rp 4.320.000,00
Rp 8.640.000,00
Penghasilan Kena Pajak setahun Rp 131.064.000,00
PPh Pasal 21 terutang setahun : Rp 19.016.000,00
PPh Pasal 21 terutang sebulan Rp 1.584.667,00
c. PPh Pasal 21 yang harus dipotong oleh Pemberi Kerja Rp 1.584.667,00
d. Take Home Pay Rp 10.165.333,00

Dengan berlakunya KMK No 564/KMK./2004 tentang Penyesuaian besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak maka terhitung sejak tahun pajak 2005 besarnya PTKP menjadi sebagai berikut :
- Rp 12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) untuk diri Wajib Pajak
- Rp 1.200.000,00 (satu juta dua ratus ribu rupiah) tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin;
- Rp 12.000.000,- (dua belas juta rupiah) tambahan untuk seorang isteri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami
- Rp 1.200.000,00 (satu juta dua ratus ribu rupiah) tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap keluarga.
Besarnya PTKP minimum (untuk diri WP) berdasarkan KMK 564 tersebut adalah sama dengan batas Penghasilan yang pajaknya ditanggung oleh pemerintah. Oleh karena itu meskipun sampai saat ini (saat tulisan ini dibuat-red) ketentuan mengenai PPh Ditanggung pemerintah (PP No 47 th 2003) belum dicabut, namun dengan berlakunya Peraturan Menteri Keuangan No 564/KMK.03/2004 maka PP No 47 tahun 2003 tersebut secara otomatis menjadi “tidak berfungsi”.
Contoh perhitungan PPh Pasal 21 tahun 2005 :
1. . Saefudin adalah pegawai tetap di PT Insan Selalu Lestari. Ia memperoleh gaji beserta tunjangan berupa uang sebulan sebesar Rp 1.400.000,00 dan membayar iuran pensiun sebesar Rp 25.000,00 sebulan. Saefudin menikah tetapi belum mempunyai anak (status K/0).

a. Penghitungan PPh Pasal 21 terutang :
Gaji dan tunjangan sebulan Rp 1.400.000,00
Pengurangan :
Biaya jabatan (5% x Rp 1.400.000,00) Rp 70.000,00
Iuran Pensiun Rp 25.000,00
Rp 95.000,00
Penghasilan Neto sebulan Rp 1.305.000,00
Penghasilan neto setahun 12 x Rp 1.305.000,00 Rp 15.660.000,00
PTKP setahun :
- untuk WP sendiri Rp 12.000.000,00
- tambahan WP kawin Rp 1.200.000,00
Rp 13.200.000,00
Penghasilan Kena Pajak setahun Rp 2.460.000,00
PPh Pasal 21 terutang setahun :
5% x Rp 2.460.000,00 Rp 123.000,00
PPh Pasal 21 terutang sebulan Rp 10.250,00
b. Penghitungan PPh Pasal 21 ditanggung oleh Pemerintah :
Penghasilan sebulan ditanggung oleh Pemerintah Rp 1.000.000,00
Pengurangan :
Biaya jabatan (5% x Rp 1.000.000,00) Rp 50.000,00
Iuran Pensiun Rp 25.000,00
Rp 75.000,00
Penghasilan Neto sebulan : Rp 925.000,00
PTKP sebulan :
- untuk WP sendiri Rp 1.000.000,00
- tambahan WP kawin Rp 100.000,00
Rp 1.100.000,00
Penghasilan Kena Pajak sebulan Rp -

c. PPh Pasal 21 yang harus dipotong oleh Pemberi Kerja Rp 10.250,00

2. Mariko Hutadjulu adalah pegawai tetap di PT Tiurmas Lampung Indah. Ia memperoleh gaji bulan Desember sebesar Rp 1.200.000,00, menerima THR sebesar Rp 600.000,00 dan membayar iuran pensiun sebesar Rp 25.000,00 sebulan. Mariko Hutadjulu menikah tetapi belum mempunyai anak (status K/0).

a. Penghitungan PPh Pasal 21 terutang :
1) PPh atas Gaji dan THR
Gaji setahun (12 x Rp1.200.000,00) Rp 14.400.000,00
THR Rp 600.000,00
Total Penghasilan setahun Rp 15.000.000,00
Pengurangan :
Biaya jabatan (5 % x Rp 15.000.000,00) Rp 750.000,00
Iuran Pensiun (12 x Rp 25.000,00) Rp 300.000,00
Rp 1.050.000,00
Penghasilan Neto Rp 13.950.000,00
PTKP setahun :
- untuk WP sendiri Rp 12.000.000,00
- tambahan WP kawin Rp 1.200.000,00
Rp 13.200.000,00
Penghasilan Kena Pajak setahun Rp 750.000,00
PPh Pasal 21 terutang setahun :
5% x Rp 750.000,00 Rp 37.500,00
PPh Pasal 21 terutang sebulan atas Gaji dan THR Rp 3.125,00
2) PPh Pasal 21 atas Gaji
Gaji Rp 1.200.000,00
Pengurangan :
Biaya jabatan (5% x Rp 1.200.000,00) Rp 60.000,00
Iuran Pensiun Rp 25.000,00
Rp 85.000,00
Penghasilan Neto sebulan Rp 1.115.000,00
Penghasilan neto setahun 12 x Rp 1.115.000,00 Rp 13.380.000,00
PTKP setahun :
- untuk WP sendiri Rp 12.000.000,00
- tambahan WP kawin Rp 1.200.000,00
Rp 13.200.000,00
Penghasilan Kena Pajak setahun Rp 180.000,00
PPh Pasal 21 terutang setahun :
5% x Rp 180.000,00 Rp 9.000,00
PPh Pasal 21 terutang sebulan atas gaji Rp 750,00
3) PPh atas THR
(Rp 37.500,00 - Rp 9.000,00) Rp 28.500,00
b. Penghitungan PPh Pasal 21 ditanggung oleh Pemerintah :
Penghasilan sebulan ditanggung oleh Pemerintah Rp 1.000.000,00
Pengurangan :
Biaya jabatan (5% x Rp 1.000.000,00) Rp 50.000,00
Iuran Pensiun Rp 25.000,00
Rp 75.000,00
Penghasilan Neto sebulan : Rp 925.000,00
PTKP sebulan :
- untuk WP sendiri Rp 1.000.000,00
- tambahan WP kawin Rp 100.000,00
Rp 1.100.000,00
Penghasilan Kena Pajak sebulan Rp NIHIL
PPh Pasal 21 Ditanggung Pemerintah sebulan : --
c. PPh Pasal 21 yang harus dipotong oleh Pemberi Kerja
= Rp 750,00 + Rp 28.500,00 - Rp 0 = Rp 29.250,00

3. Gunarto adalah pegawai tetap di PT Jawa Sumatera Cemerlang. Ia memperoleh gaji bulan Desember sebesar Rp 12.000.000,00, dan membayar iuran pensiun sebesar Rp 250.000,00 sebulan. Sudir Gunanto telah menikah dengan tanggungan 3 anak.
a. Penghitungan PPh Pasal 21 terutang :
Gaji dan tunjangan sebulan Rp 12.000.000,00
Pengurangan :
Biaya jabatan (5% x Rp 12.000.000,00) Rp 108.000,00
Iuran Pensiun Rp 250.000,00
Rp 358.000,00
Penghasilan Neto sebulan Rp 11.642.000,00
Penghasilan neto setahun 12 x Rp 11.642.000,00 Rp 139.704.000,00
PTKP setahun :
- untuk WP sendiri Rp 12.000.000,00
- tambahan WP kawin Rp 1.200.000,00
- Tanggungan 3 Rp 3.600.000,00
Rp 16.800.000,00
Penghasilan Kena Pajak setahun Rp 122.904.000,00
PPh Pasal 21 terutang setahun : Rp 16.976.000,00
PPh Pasal 21 terutang sebulan Rp 1.414.667,00
c. PPh Pasal 21 yang harus dipotong oleh Pemberi Kerja Rp 1.414.667,00
d. Take Home Pay Rp 10.335.333,00



VI. Penutup
Meskipun RUU PPh tahun 2004 belum dapat diberlakukan mulai tahun Pajak 2005, namun langkah pemerintah untuk tetap memberlakukan kenaikan PTKP yang telah diusulkan dalam RUU melalui Peraturan Menteri Keuangan merupakan langkah yang sangat positif. Hal ini tentu harus kita apresiasi.
Beberapa hal yang dapat kita simpulkan dengan diberlakukannya PMK-564/KMK.03/2004 antara lain sebagai berikut :
1. Dengan adanya penyesuaian besarnya PTKP tahun 2005 secara otomatis telah mengeliminir PPh ditanggung Pemerintah. Oleh karena itu dalam menghitung PPh Pasal 21 tahun 2005 kita “tidak perlu” memperhitungkan besarnya PPh ditanggung Pemerintah.
2. Dengan adanya penyesuaian PTKP menjadi sebesar Rp 12.000.000,00/tahun untuk diri Wajib Pajak, maka Karyawan yang memperoleh penghasilan sampai dengan Rp 1.000.000,00/bulan belum memiliki kewajiban untuk mendaftarkan diri guna memperoleh NPWP.
3. Penyesuaian PTKP tersebut akan meringankan beban pajak bagi karyawan yang PPh-nya dipotong dari gaji, sehingga Take home pay yang diterima menjadi lebih besar.
4. Bagi perusahaan yang memberikan tunjangan PPh pasal 21 kepada karyawannya, penyesuaian PTKP tersebut akan mengurangi beban perusahaan. Hal ini tentu akan meningkatkan laba yang diperoleh perusahaan.

Daftar Pustaka
Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-110/PJ./2003 tanggal 14 April 2003 tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan yang Diterima oleh Pekerja Sampai Dengan Sebesar Upah Minimum Propinsi Atau Upah Minimum Kabupaten/Kota.
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 486/KMK.03/2003 tanggal 30 Oktober 2003 tentang Pajak Penghasilan yang ditanggung Pemerintah atas Penghasilan Pekerja dari Pekerjaan.
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 70/KMK.03/2003 tanggal 17 Pebruari 2003 tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan yang Diterima oleh Pekerja Sampai Dengan Sebesar Upah Minimum Propinsi Atau Upah Minimum Kabupaten/Kota.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 564/KMK.03/2004 tanggal 29 November 2004 tentang Penyesuaian Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak
Peraturan Pemerintah Nomor 47 tahun 2003 tanggal 21 September 2003 tentang Pajak Penghasilan yang Ditanggung Pemerintah atas Penghasilan Pekerja dari Pekerjaan.
Peraturan Pemerintah Nomor 5 tahun 2003 tanggal 20 Januari 2003 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan yang Diterima oleh Pekerja Sampai Dengan Sebesar Upah Minimum Propinsi Atau Upah minimum Kabupaten/Kota.
Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun 2001 tanggal 14 November 2001 tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan yang Diterima oleh Pekerja Sampai Dengan Sebesar Upah Minimum Propinsi Atau Upah Minimum Kabupaten/Kota.
Peraturan Pemerintah Nomor 12 tahun 1997 tanggal 7 Mei 1997 tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan yang Diterima oleh Pekerja Sampai Dengan Sebesar Upah Minimum Regional.
Undang-Undang Nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang nomor 17 tahun 2000.
Tim Modernisasi Perpajakan, Oktober 2004, Bahan Sosialisasi RUU Pajak Penghasilan.

*) Artikel ini dimuat di Majalah Jurnal Perpajakan Indonesia Volume 4 Nomor 4 bulan Januari 2005 (hal 8 - 18)

1 Comments:

At 11:13 PM, Blogger Admin said...

bermanfaat gan artikelnya

 

Post a Comment

<< Home