Thursday, December 23, 2004

Restitusi PPN di Indonesia

Artikel ini diambil dari www.fiskal.depkeu.go.id.

STUDI PELAKSANAAN RESTITUSI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN)DI INDONESIA
Oleh : Tri Wibowo

Rekomendasi
1.. Adanya perbedaan interpretasi peraturan antara WP dengan petugas pajaksangat menghambat proses restitusi dan berpotensi merugikan WP maupunNegara. Untuk itu diperlukan peraturan berupa Surat Edaran atau PetunjukPelaksanaan dengan bahasa yang jelas dan tegas agar setiap KPP mempunyaipersepsi yang sama dalam menjabarkan Kep. Dirjen Pajak No. 754/PJ/2001.
2.. Program sosialisasi yang dicanangkan oleh DJP terutama denganpenyuluhan perlu adanya peninjauan kembali karena kurang mendapat respondari WP. WP lebih merasa “dimarahi” daripada diberikan penyuluhan. Perlupeningkatan SDM khususnya yang menangani situs peraturan perpajakan milikDitjen Pajak, sehingga peraturan yang ada selalu “up to date”. WP maupunkonsultan pajak merasakan situs Ditjen Pajak tertinggal dibanding situsswasta dalam menyediakan informasi peraturan perpajakan yang baru.
3.. Sistem on line yang sudah ada hendaknya lebih dioptimalkan sehinggapelaksanaan konfirmasi dapat dipercepat dan tidak memerlukan waktu yanglama.
4.. Penerapan sanksi hendaknya tidak saja diberlakukan kepada WP, tetapijuga kepada aparat pajak atas keterlambatan dalam penyelesaian prosesrestitusi PPN.

Permasalahan
1..Implementasi restitusi PPN dikaitkan dengan ketentuan perundangan yangberlaku
2..Faktor-faktor yang menghambat implementasi restitusi PPN, sehinggadapat merugikan WP maupun penerimaan Negara.
3..Sistem pengelolaan restitusi PPN masih berpotensi munculnya moralhazard yang dilakukan WP maupun petugas pajak

Tujuan
1.. Menganalisis permasalahan proses dan prosedur restitusi PPNdibandingkan peraturan yang berlaku
2.. Menganalisis permasalahan proses dan prosedur restitusi PPN melaluipenggalian informasi pihak-pihak terkait
3.. Memberikan rekomendasi kebijakan yang berkaitan dengan perbaikanproses dan prosedur restitusi PPN

Metodologi Penelitian
Metode penelitian dilaksanakan dengan cara Focus Group Discussion (FGD) danwawancara dengan berbagai pihak terkait dengan masalah perpajakan.
Responden dalam penelitian terdiri dari : wajib pajak/pengusaha kena pajak,Petugas pajak dari Kantor Wilayah dan Kantor Pelayanan Pajak, Konsultanpajak.

Lokus penelitian adalah :
1.. Jakarta dan sekitarnya (dilaksanakan oleh LPEM-FE UI);
2.. Bandung dan sekitarnya (dilaksanakan oleh FE, UNPAD)
3.. Semarang dan sekitranya (dilaksanakan oleh FE, UNDIP)
4.. Surabaya dan sekitarnya (dilaksanakan oleh FE, UNAIR)

Temuan
1. Proses Pengajuan
- Baik WP maupun KPP menyatakan pengajuan restitusi PPN relatif mudah
- Pengajuan dilakukan dengan mengisi SP masa PPN atau dengan surat tersendiri
- Terdapat WP yang mengajukan surat tersendiri, diajukan kepadaKepala KPP, agar lebih mendapat perhatian
- Terdapat WP yang menyatakan bahwa petugas KPP sengaja meminta WP untuk mengosongkan tanggal permohonan, dugaan WP agar KPP mempunyaikelonggaran waktu
- Umumnya WP belum menyertakan dokumen dan bukti-bukti yangdiperlukan pada saat pengajuan restitusi- Bila pengajuan sudah diterima, KPP akan mengeluarkan SP3, sertasurat permintaan kelengkapan dokumen dan bukti-bukti
- Terdapat juga WP yang menyatakan SP3 belum diberikan, tetapipetugas sudah meminta dokumen pemeriksaan
2. Proses Pemeriksaan
- Umumnya yang melakukan pemeriksaan adalah KPP, bila pemeriksanan akhirtahun buku sering dilakukan oleh Karikpa atau Kanwil bersamaan denganpemeriksaan all taxes.
- Jangka waktu pemeriksaan tergantung dari skala usaha WP dan jumlahfaktur pajak yang dilampirkan.
- Untuk menjaga kehati-hatian dalam pengembalian kelebihan pajak danmencegah terjadinya restitusi PPN fiktif, pemeriksa perlu meminta dokumenlain seperti SPT PPh Badan WP (SE-53/PJ.52/2002).
- WP tidak melihat keterkaitan langsung dokumen lain dengan prosesrestitusi PPN.
- Saat diterima permohonan, adalah saat permohonan dinyatakan lengkap(pasal 1 ayat 2, KEP-160/PJ/2001). Bila petugas pajak tidak menyatakandokumen lengkap dan terus meminta dokumen, akan memperlama proses restitusi
- Terdapat WP yang menyatakan kehilangan dokumen saat dipinjam olehpemeriksa, hal ini kemungkinan akibat sistem filling dokumen di KPP yangbelum terstruktur.
- Baik WP maupun KPP menyatakan bahwa umumnya closing conference telahsesuai prosedur.
- Baik WP, KPP, maupun konsultan pajak menyatakan bahwa proses konfirmasi dan klarifikasi merupakan proses yang paling memakan waktu dalam restitusiPPN.
- Dengan adanya Sistem Informasi Perpajakan (SIP) konfirmasi antar KPPmenjadi lebih cepat, karena PK-PM sadah direkam. Dalam implementasinyapemanfaatan belum optimal, 10 – 25 % konfirmasi SIP masih harus dilakukanklarifikasi.
- Data PK-PM yang belum, terlambat, atau salah rekam antara lain karenabeberapa KPP tidak ada operator khusus yang bertugas merekam PK-PM. Pemeriksan secara bergilir bertugas menjadi perekam PK-PM.
- Terdapat WP yang menyatakan untuk perekaman PK-PM, KPP menggunakantenaga honorer.
- Terdapat juga responden KPP yang mempunyai operator khusus untuk PK-PM pada seksi PPN.
- Terdapat KPP yang overload dengan masalah restitusi PPN (terutama PKPeksportir) ada juga KPP yang tidak kelebihan beban, tetapi jumlahpemeriksanya pajak di seksi PPN relatif sama.
- Responden KPP mengeluhkan sulitnya akses ke intranet pada waktu tanggalsibuk (tanggal 20 an) yang merupakan batas akhir pelaporan SPT Masa PPN.
- Terapat WP yang mengeluhkan tidak semua KPP menerapkan SIP, adanya KPPyang belum on-line menyebabkan proses konfirmasi PK-PM harus dilakukankonfirmasi manual dan klarifikasi.
- Untuk WP eksportir, perlu dilakukan konfirmasi Pemberitahuan ImportBarang (PIB) dan Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB). Konfirmasi PIB dan PEBke Dirjen BC memakan waktu cukup lama.
- Menurut KPP, konfirmasi PIB dan PEB dilakukan secara manual (prinsipkehati-hatian berkaitan dengan kasus ekspor fiktif).
- Sistem konfirmasi dengan SIP dinilai WP sudah cukup baik, tetapipemanfaatannya belum optimal.
- Koreksi faktur PM sering terjadi karena tidak berhubungan langsungdengan kegiatan usaha. WP dan KPP sering mempunyai intrepretasi yangberbeda tentang pengertian mengenai berhubungan langsung dengan kegiatan tersebut.

3. Proses Pembayaran
- Sesuai KEP-160/PJ/2001, Surat ketetapan pajak harus diterbitkanpaling lambat 2 bulan sejak diterima permohonan (tidak semua jenis pajak),atau 12 bulan sejak diterima permohonan apabila pemeriksaan untuk semuajenis pajak.
- WP menilai tidak jelas awal perhitungan jangka waktu, apa dilihatdari diterima permoohonan atau sejak dokumen dinyatakan lengkap. Apabiladari dokumen dinyatakan lengkap, maka akan tergantung dari petugas pemeriksa.
- Secara umum KPP menyatakan dapat memenuhi waktu yang ditetapkan,baik untuk 2 bualn maupun 12 bulan.- Ketentuan 2 bulan tersebut menurut WP tidak selalu terpenuhi,bahkan ada yang sampai memakan waktu 8 bulan.
4. Keberatan dan Banding
- Dalam proses keberatan, tidak ada pembahasan akhir, WP hanyadapat menerima semua keputusan DJP. Menurut WP, hasil keputusan keberatanyang diterima umumnya berupa penolakan atas permohonan keberatan
- Dalam penerapannya, hanya sedikit responden yang mengajukanbanding untuk restitusi PPN.
- Responden WP merasa bahwa proses banding di Pengadilan Pajak (PP)lebih adil daripada proses keberatan.
- Hampir semua responden WP menyatakan memenangkan keputusanbanding di PP. Menurut responden, PP lebih mempertimbangkan hukum daripadaformalitas peraturan.
- Menurut WP, petugas pemeriksa tidak dihadirkan dalam prosesbanding, tetapi diwakili oleh antor pusat atau Kanwil. WP tidak melihatadanya ”punishment” untuk pemeriksa yang bersangkutan.

5. Faktor Lain Berkaitan Dengan Restitusi PPN
a. Denda imbalan bunga
- Beberapa responden yang mengalami keterlambatan penerbitan SKPLBhingga 1,5 sampai 2 tahun dengan alasan kesulitan kas negara, namun tidakmendapatkan imbalan bunga meski sudah mengirimkan surat permohonan.
b. SDM
- Menurut WP yang termasuk dalam LTO (large taxpayers office), komptensipetugas di LTO sudah baik, sudah ada Account Representatif (AR) sebagaicontact person yang menangani WP secara khusus, memberikan informasi danmenjawa permasalahn WP.
- Berdasarkan KPP, mutasi pegawai dilakukan dalam kurun waktu 2-3 tahunberdasarkan DP3 wewenang kepegawaian, tidak ada reward yang diterimapetugas pajak bila mempunyai performance yang baik, hal ini juga dikemukakanoleh konsultan pajak dan WP.
- WP memandang perlu adanya penilaian terhadap sikap petugas, baik dariatasan maupun dari WP sendiri.
- Jika ada pelanggaran pelanggaran oleh petugas, umumnya WP tidakmelaporkan. Ada juga WP yang berani untuk melaporkan oknum tersebut keKanwil atau kantor pusat, WP merasa tidak efektif melaporkan ke atasan langsung di KPP.

c. Sosialisasi Peraturan
- WP menilai bahwa sosialisasi dari DJP terhadap WP masih kurang danterlambat, WP mencari peraturan baru dari sumber diluar DJP seperti businessnews.
- Peraturan yang dimuat dalam website resmi DJP terlambat diperbarui.

d. ”Imbalan”
- Beberapa responden WP menyatakan besarnya ”imbalan” berkisar 10 – 20 %dari nilai restitusi. Tetapi jika nilai restitusi besar, maka jumlah ”imbalan” berkisar 2- 2,5 % atau nilai nominal
- Menurut responden WP, bila cost of money lebih besar daripada“imbalan” maka imbalan tersebut diberikan. Adanya ”imbalan” akan mempercepatproses restitusi.
- Proses pemberian ”imbalan” sulit dilacak, WP tidak mau melaporkan padaatasan oknum pajak. Beberapa WP menyatakan berusaha menjaga hubungan baik,terutama WP yang rutin mengajukan restitusi.
- WP yang memberikan ”imbalan” umumnya yang membutuhkan cashflow cepat,kurang mengerti peraturan, dan dokumentasi kurang baik
- Pemberian ”imbalan” tergantung kebijakan perusahaan. Misalnya perusahaan asing dari Amerika melarang memberikan ”imbalan”.

0 Comments:

Post a Comment

<< Home